BUNGA MAWAR KENANGAN
Mentari mulai
menampakkan sinarnya. Ayam jantan pun saling bersahut-sahutan. Dengan suara
burung-burung yang sedang terbang kesana-kemari, menambah indah suasana di pagi
hari. Aroma rerumputan pun mulai tercium. Tetes embun perlahan mambasahi
jendela-jendela kamar si pemilik mimpi. Seorang gadis yang masih terlihat
terlelap dalam tidurnya. Perlahan burung-burung mulai bertengger di jendela
kamar gadis itu, seakan-akan mau membangunkan si gadis tersebut. Si gadis
tersebut akhirnya bangun dan membuka jendela tersebut.
“Pagi dunia.. Tambah indah aja ya dunia ini.”
Ucap gadis itu seraya tersenyum menikmati keindahan yang disuguhkan oleh Sang
Pencipta pada pagi yang cerah itu.
“Ya Ma, tunggu Shania dibawah ya.” Jawab si
gadis tersebut.
“Iya. Cepet ya.”
Yaap.. Nama si gadis terssebut adalah Shania Kinal
Putri, namun ia lebih senang jika dipanggil Shania. Ia adalah seorang siswa kelas
XII IPA 1 di salah satu SMA terfavourite di
Jakarta, yaitu SMA Pelita Harapan. Shania terlahir dari keluarga yang sangat
berkecukupan. Papa Shania adalah seorang Manager di sebuah perusahaan ternama
di Jakarta. Sedangkan Mama Shania mempunyai toko kue yang cukup terkenal juga
di daerah Kemang. Shania juga mempunyai seorang kakak cewek yang bernama Ratna
Ayu Azalia. Kak Ratna adalah salah satu mahasiswa semester 4 Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Sifat Kak Ratna dengan Shania memang tidak jauh. Mereka
sama-sama cantik, pintar, tinggi. Tetapi kak Ratna lebih pendiam dari Shania.
Shania benar-benar seperti gadis yang nyaris sempurna, selain cantik, pintar,
tinggi, kulit tubuhnya pun kuning langsat yang sangat menggambarkan sosok
wanita Indonesia.
Selain itu, Shania juga menguasai bahasa
Inggris dan Jepang. Shania pun sering mengikuti berbagai macam perlombaan.
Seperti Speech Contest, berdebat
menggunakan bahasa Jepang, parade Japanesse,
dan masih banyak lagi. Shania juga senang berorganisasi dan berjiwa sosial.
Ia tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS. Ia juga sering
membantu korban-korban bencana alam. Ketika ada berita bencana alam dan
terdengar sampai kepadanya, dialah yang pertama mengusulkan untuk membantu
korban-korban tersebut. Masih banyak lagi yang ada pada diri Shania. Tapi hal
itu tidak menyebabkan Shania untuk menyombongkan dirinya. Yap, dia juga rendah
hati tentunya. Shania adalah seseorang yang sangat menyukai bunga mawar merah,
makanya di kebun rumahnya ia tanami tanaman bunga mawar. Di kamarnya pun banyak
aksesoris dengan nuansa bunga mawar. Shania memang penyuka bunga mawar merah.
Setelah selesai mandi, Shania bergegas
bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Lalu ia turun kebawah untuk sarapan.
Tidak lupa ia menyapa kakak kesayangannya itu.
“Pagiii Kak Ratna ku yang cantik..” Ucap
Shania sambil tersenyum lebar.
“Pagi juga adikku yang manis. Gimana
tidurnya? Mimpi apa semalem? Kok kayaknya semalem lelap banget tidurnya?” Tanya
Kak Ratna kepada Shania.
“Hahahaha.. Semalem gak mimpi apa-apa kok
Kak. Kemarin emang aku kecapean. Jadi tidurnya lelap banget. Hehe..” Jawab
Shania dengan tawa khas-nya.
“Ya sudah. Ayo cepat dimakan. Nanti nasi
gorengnya keburu dingin gak enak. Kalian juga harus sekolah kan?” Mama Shania mengambil
alih pembicaraan Shania dengan Kak Ratna.
“Baik, Ma.” Ucap Shania dan Kak Ratna
bersamaan.
Setelah selesai sarapan pagi, Shania biasa di
antar oleh Kak Ratna. Karena memang sekolah Shania dengan tempat kuliah Kak
Ratna searah. Ketika dalam perjalanan pun mereka sering bercanda gurau. Dan
tibalah Shania pada sekolahnya. Tak lupa ia berpamitan kepada kakak nya.
“Belajar yang bener ya, Shania.” Pesan Kak
Ratna kepada Shania.
“Baik Kak..” Jawab Shania sambil mengacungkan
kedua jempol tangannya ke arah Kak Ratna.
Masuklah Shania kedalam sekolahnya. Dari
kejauhan teman Shania yang bernama Ayana sudah berteriak memanggil namanya
sambil berlari-lari kecil ke arah Shania.
“Shanniiiiaaaa..” Ucap Ayana.
“Ayana.. Sudah jangan histeris seperti itu.
Kamu cukup menyambutku dengan sebuah senyuman saja, it’s enaugh for me.” Jawab Shania dengan nada lembut.
“Hehe.. Iya deh, Shan. Oiya, kamu PR Fisika
sudah?”
“Sudah dong. Kamu belum yaa?”
“Hmm.. Belum.”
“Gak boleh minjem. Harus mikir sendiri kamu.”
“Ayolah, Shan. Kamu kan baik. Kasih tau aku
lima nomor aja deh.”
“Loh, bukannya soalnya Cuma ada lima?”
“Iya. Itu artinya, aku liat semuanya. Ya,
Shan?”
“Aigoo.. Ayana.. Ayana.. Ya sudah lah. Nih.”
Akhirnya Shania mau meminjamkan bukunya kepada Ayana.
“Makasih Shania ku..”
“Sama-sama, Ayana.”
Lalu mereka berdua pun masuk ke kelas mereka.
Dan selang beberapa lama, bel tanda masuk pun dibunyikan, Ayana yang sedang
menyalin tugas Shania pun ternyata sudah selesai. Ayana dan Shania duduk
sebangku. Mereka berteman sejak awal masuk sekolah. Ayana juga menjadi tempat
curhat Shania selain Kak Ratna tentunya. Dan begitupun sebaliknya. Shania juga
tempat curhatnya Ayana. Ya begitulah mereka. Mereka benar-benar seperti sudah
menjadi adik-kakak kalau di sekolah. Dimana ada Ayana, pasti ada Shania. Dan
sebaliknya, dimana ada Shania, pasti ada Ayana.
Setelah sekian lama pelajaran yang
diterangkan oleh guru-guru Shania, akhirnya bel pulang pun dibunyikan. Shania memang
sengaja pulan terakhir, karena ada tugas piket dia di hari ini. Ia piket
sendirian hari ini. Tapi saat dia sedang membereskan buku-bukunya, seseorang
mengetuk pintu kelasnya.
“Permisi.. Hai Shania.” Ternyata ada seorang
cowok yang mengetuk pintunya.
“Iya. Hai juga. Loh, Reno. Ngapain kamu
disini?” Tanya Shania pada cowok tadi.
“Enggak. Nungguin kamu pulang. Oh iya kamu
belum pulang?”
“Iya, ini aku mau pulang. Apa, nungguin aku
pulang? Emang ada apa? Memangnya ada rapat hari ini?”
“Tidak. Aku hanya ingin pulang bareng sama
kamu saja kok. Boleh kan?”
“Oh, yasudah. Ayo kita pulang.”
Cowok tersebut bernama Reno Dirga atau biasa
dipanggil Reno. Dia adalah Ketua Osis SMA Pelita Harapan. Orangnya keren, anak
Pramuka. Kalau Shania anak Kesenian. Reno juga punya disiplin tinggi.
Terkadang, Shania terkagum-kagum dengan Reno. Reno dengan Shania memang sangat
dekat. Reno adalah satu-satunya teman cowok yang sering dia ajak curhat. Reno
orangnya asyik juga. Pokoknya, kalau ada kegiatan yang melibatkan Reno dan
Shania, dijamin pasti kegiatan tersebut akan berlangsung secara lancar.
Reno memboncengi Shania dengan motornya.
Dengan sigap Shania duduk di jok belakang. Shania mengenakan helm yang mungkin
sengaja dipersiapkan oleh Reno untuknya. Reno terlihat sangat bahagia,
begitupun dengan Shania. Sepertinya Reno ada rasa dengan Shania. Ah, mungkin
bagi Reno, Shania hanya teman saja. Yang jalan pulangnya searah.
Tibalah mereka dirumah Shania. Shania
berterima kasih dengan Reno dan menawarkan untuk singgah dirumahnya, tetapi
Reno menolaknya dengan halus. Setelah itu Reno bergegas pulang ke rumahnya.
Dibalik pintu rumahnya, Mama Shania sudah menunggunya.
“Waah.. Ketahuan nih aku pulang sama Reno.”
Gumam Shania dalam hati.
“Kenapa Shan? Ketahuan pulang sama cowok?”
Tanya Mama Shania seakan tahu bahwa apa yang sedang dipikirkan Shania.
“Hah, enggak, Ma.”
“Jangan bohong, mukanya kok pucet gitu.”
“Enggak kok, Ma.”
“Nggak apa-apa Shania. Gak usah takut. Kamu
kan sudah besar. Mama tau kamu, bukan Shania yang masih nangis kalo
permintaannya gak diturutin. Dan Mama juga tau, Shania yang dulunya suka nangis
sekarang sudah tumbuh menjadi Shania remaja. Mama ngerti, Shania pasti sudah
bisa mengambil keputusan yang terbaik buat Shania. Jadi, sekarang Mama bebasin
kamu memilih yang memang itu terbaik untuk kamu. Mama sangat mengerti sekali
Shania.” Ucap Mama Shania seraya tersenyum manis.
“Beneran nih, Ma?”
“Iya, Shania.”
“Makasih ya, Ma. Mama emang yang terbaik
diantara yang terbaik di dunia ini.” Ucap Shania seraya memeluk Mamanya.
“Sama-sama Shania. Tapi, kamu harus menggunakannya
dengan sebaik mungkin.”
“Baik, Ma.”
Shania senang sekali mempunyai Mama seperti
itu. Walaupun begitu, Shania belum mau mengambil keputusan yang sangat
sederhana.
Keadaan kembali normal seperti sedia kala.
Shania lebih senang menjalankan kesehariannya.
***
1 Bulan Kemudian.
Minggu depan adalah libur Hari Raya Idul
Fitri. Yap, setelah menjalani puasa sebulan penuh, kita bebas untuk
merayakannya, asalkan masih dengan batas kewajaran. Pada liburan kali ini,
Shania akan mengunjungi rumah nenek nya di Semarang. Shania menginap selama
kurang lebih satu miggu, karena libur sekolahnya dua minggu, jadi ia bebas
untuk tinggal di Semarang. Shania pergi ke Semarang 3 hari sebelum lebaran dan
pulang ke Jakarta 4 hari setelah lebaran.
Selama Shania tinggal disana, banyak
pengalaman yang ia dapat dari sekelilingnya. Shania sangat senang tinggal di
Semarang, tetapi apa boleh buat, ia tetap harus pulang ke Jakarta. Shania
pulang ke Jakarta hari Kamis. Tadinya ia ingin lebih lama lagi di Semarang.
Pengalaman selama di Semarang memang sangat teringat di benak Shania. Shania
pulang dengan Pesawat Air Asia.
Pada keesokan harinya, tanpa Shania
sangka-sangka, Reno datang ke rumahnya untuk bersalaman dan saling
bermaaf-maafan. Ya, karena pada saat lebaran, Shania sedang berada di Semarang.
Tidak lama Reno berada di rumah Shania. Setelah Reno pulang, Mama Shania dan
Kak Ratna menanyakan tentang Reno.
“Tadi itu siapa, Shan?” Tanya Mama Shania.
“Itu Reno, temen aku. Yang beberapa waktu
lalu antar aku pulang”
“Oh itu yang namanya Reno. Keren juga, Shan”
Jawab Kak Ratna.
“Kak Ratna apaan sih.”
“Ih, kamu. Kalian pacaran ya?” Tanya Kak
Ratna.
“Enggak kok Kak, bener deh Ma.”
“Nggak apa-apa kok, Shan.” Jawab Mama Shania.
“Tuh, Shan. Nggak apa-apa.” Ujar Kak Ratna
sambil meledek Shania.
“Nih ya Mama yang imut dan Kak Ratna Ayu
Azalia yang cantik, Shania nggak pacaran dengan yang bernama Reno. Udah.”
Shania seakan meyakinkan bahwa dirinya tidak berpacaran dengan Reno.
“Iya aja deh, Shan. Paling bulan depan juga
udah jadi.” Ujar Kak Ratna seraya tertawa.
“Terserah Kak Ratna dan Mama aja deh. Shania
mau tidur siang dulu ya. Jangan diganggu.” Shania meninggalkan Mama dan Kak
Ratna yang tengah asyik memandang dirinya sambil tertawa.
Sejujurnya, Shania malu ditanya-tanya seperti
itu. Tapi apa boleh buat, setidaknya ia harus menghormati orang yang berbicara
padanya. Memang benar, sudah banyak cowok yang mencoba mendekati Shania, tetapi
Shania tidak ada yang menerimanya satu pun. Dan sejak saat itu, Shania dan Reno
sering pulang bareng.
***
2 Bulan Kemudian.
Siang ini matahari sedang menampakkan cahanya
berlebih. Keringat secara perlahan mulai membasahi tubuh seorang gadis manis
yang sedang duduk di taman sekolah.
“Shania, kita ke taman kompleks kamu yuk.”
Ajak Reno kepada Shania.
“Yasudah. Ayo.” Shania mengiyakan ajakan
Reno. Sejak saat itu, Shania tidak bisa menolak semua permintaan Reno,
sepertinya ia sudah mulai menyukai cowok ini. Sebelum Reno membawa Shania ke
tempat yang telah dijanjikan, Reno mengajak Shania untuk makan siang terlebih
dahulu di sebuah kafe yang tak jauh dari taman itu.
“Shania, mau pesen apa kamu?” Tanya Reno
kepada Shania.
“Apa aja deh, terserah kamu.” Jawab Shania.
“Yasudah, sebentar aku pesenin dulu.”
Udara siang itu mendadak sejuk sekali. Matahari
yang tadinya sedang memamerkan sinarnya, sedikit demi sedikit tertutup oleh
awan. Siang yang cerah pun berubah menjadi siang yang mendung. Sekejap
kemudian, Reno datang membawa pesanan mereka.
“Nih Shan. Dihabisin ya.” Ucap Reno.
“Iya.” Lalu Shania secara tidak sengaja
melihat kantong hitam di motor Reno.
“Reno, itu di motormu ada kantong hitam, itu
apa?” Tanya Shania.
“Oh, bukan apa-apa kok, Shan. Sudah makan
saja.” Jawab Reno berkelit.
Shania masih menyimpan pertanyaannya, namun
ia abaikan saja. “Mungkin itu gak penting.” Gumam Shania dalam hatinya.
Setelah selesai makan siang, Reno langsung
membawa Shania ke taman kompleks Shania. Kebetulan pada saat itu ada tempat
duduk yang kosong di dekat tumbuhan bunga mawar. Shania langsung mendekatinya.
Pada saat itu juga, keadaan taman terasa sepi. “Mungkin karena ini jam tidur
nya anak-anak ya?” Tanya Shania dalam hati.
“Duduk yuk, Shan.” Ajak Reno.
“Iya.”
“Indah ya Shan bunganya?”
“Iya nih, ini kan bunga kesukaan aku.”
“Iya ya, Shan. Kebetulan. Kamu sering
kesini?”
“Jarang, dirumah aku kan juga kayak gini,
jadi ngapain aku harus ke sini?”
“Iya juga sih. Tunggu sebentar ya, Shan. Aku
mau ambil sesuatu.”
“Iya.”
Ternyata Reno mengambil setangkai bunga mawar
dari motornya dan kalung berbandul mawar merah. Lalu ia langsung berlutut di
kaki Shania. Shania mulai deg-degan. Reno menaruh bunga dan kalungnya di
belakang badannya dengan tangan kanannya.
“Shania Kinal Putri, seorang gadis yang ku
kenal lebih dari setahun ini. Aku mulai menyukai gadis ini sejak awal. Namun,
aku tak berani bicara padanya. Aku memang seorang yang pengecut karena tidak
bisa menyatakan cinta pada gadis itu. Aku sadar aku bukan orang yang sempurna.
Tapi dengan hadirnya gadis itu dalam hidupku, hidupku terasa sangat berarti. Aku
hidup di dunia ini bukan untuk mencintai orang yang sempurna. Melinkan untuk
belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna. Akupun
banyak belajar darinya.
Shania, hari ini, 22 Oktober 2008, akan ku
beranikan diriku untuk menyatakan cintaku pada gadis itu, dan gadis itu adalah
kamu, Shania. Maukah kau menjadi kekasihku? Jika kau mau menjadi kekasihku,
terimalah bunga ini. Jika tidak, kau boleh apakan saja bunga ini. Aku tulus
menyayangimu, Shania.”
Seketika itu, jantung Shania berdebar, detak
jantungnya pun tak beraturan. Pipinya pun merah. Ia tak menyangka Reno akan
menyatakan cintanya hari ini. “Oh Tuhan, harus bagaimanakah aku?” Gumamnya
dalam hati.
“Bagaimana, Shania?” Tanya Reno sekali lagi.
Reno benar-benar terlihat sangat bersunggu-sungguh. Rintik hujan mulai turun
dan membasahi kedua anak manusia yang akan meresmikan hubungannya di taman ini.
“Aku.. Aku.. Maaf Reno..”
“Maaf Shania, mungkin tadi aku terlalu
lancang.”
“Tidak Reno. Aku.. Aku.. Aku mau menjadi
kekasihmu” Jawab Shania.
“Terimakasih
Shania. Kan ku sayang kau, sampai akhir dunia. Dan ku jadikan kamu wanita
paling bahagia di seluruh dunia. Karena kamulah satu-satunya.” Reno memeluk
Shania dan hujan pun seketika turun dengan deras. Beberapa saat kemudian mereka
melepaskan pelukannnya dan saling memandang.
“Ada satu lagi Shania sebelum kita pulang.”
“Apa?” Tanya Shania.
“Ini.” Reno membuka tempat kalungnya dan
langsung memakaikannya ke Shania.
“Makasih, Reno. Ini aku suka. Makasih.”
Shania tersenyum lebar.
“Yuk, kita pulang.” Ajak Reno.
“Ayo.”
Di dalam perjalanan, Shania memeluk Reno erat
dari belakang. Rupanya dua anak manusia ini sedang dimabuk cinta. Shania senang
bukan main, hampir saja jantungnya salah tempat gara-gara dia deg-degan tadi.
Sungguh, Shania benar-benar merasa bahagia.
Sesampainya di rumah, Shania langsung masuk
dan Reno langsung pulang. Dipintu, sudah ada Mama.
“Shania, kok kamu hujan-hujanan? Gak takut
sakit sayang?” Ujar Mama Shania perhatian.
“Nggak apa-apa, Ma. Aku mandi dulu ya biar
gak masuk angin.” Pamit Shania kepada Mamanya.
“Yasudah sana. Mama bikinkan teh ya?” Tawar
Mama Shania.
“Boleh tuh, Ma. Makasih ya Ma.” Shania
mengiyakan tawaran Mamanya.
Sejak saat itu kehidupan Shania penuh warna.
Selalu ada yang berbeda tiap harinya. Ada orang yang menyebut Shania sebagai
Ibu Osis. Ya, karena Reno adalah Ketos. Masalah cemburu itu sudah menjadi suatu
kewajaran. Shania yang sering melihat Reno dekat-dekat dengan adik kelas atau
sibuk dengan urusannya. Namun Shania memaklumi itu. Lambat laun, hubungan
mereka semakin harmonis dan membuat yang lain iri. Shania juga jadi rajin
belajar, makannya teratur, dan yang lainnya. Hingga pada suatu saat Reno
mengaku bahwa dirinya akan mengambil kuliah di luar negeri.
“Shania. Maaf aku baru bisa kasih tau kamu
sekarang. Aku juga baru tau berita ini. Nanti selepas perpisahan, aku langsung
pindah ke Singapur.” Ucap Reno perlahan.
“Apa?? Singapur? Kenapa jauh sekali Reno? Terus
aku disini bagaimana?” Wajah Shania terlihat tidak beraturan. Ia menahan
kesedihan yang amat sangat mendalam. Walaupun kelulusan masih 5 bulan lagi,
tapi ia sudah sangat terlihat bersedih.
“Shania, percayalah aku akan kembali
menemuimu. Kamu jangan khawatir.” Kata-kata itulah yang sering Reno ucapkan
kepada Shania ketika Shania takut akan kepergiannya nanti.
Hari berganti hari, besok adalah hari
terakhir UAS. Shania sangat bersemangat untuk menjalani ulangan yang terakhir
ini. Dan akhirnya, usaha keras Shania pun berbuah manis. Saat pembagian rapot,
ia mendapatkan peringkat pertama di kelasnya, tidak hanya itu, ia juga menjadi
peringkat pertama di sekolahnya. Waw.. Shania merasa tidak percaya. Mama Shania
hanya mamandang manis anak gadisnya yang semakin hari semakin tumbuh besar itu
memegang 3 piala sekaligus. Yaitu, satu piala sebagai anak berprestasi, dan
duanya lagi dari lomba kemarin yang ia ikuti. Shania sudah punya serentetan
acara untuk merayakan tahun barunya. Makan malam bersama Reno pun akhirnya
menjadi pilihan Shania pada saat pergantian tahun ini.
Shania terlihat anggun pada malam itu. Shania
mengenakan gaun pendek berwarna merah marun. Ia terlihat begitu mempesona. Reno
sampai tidak menyangka ternyata Shania lebih cantik dari yang sering ia
bayangkan. Reno menarik kursi untuk tempat duduk Shania. Reno mengajak Shania
untuk makan malam di sebuah restaurant outdoor, tujuannya untuk melihat
bintang-bintang diangkasa itu. Dan bintang-bintang itu seakan membuat
lengkungan senyuman Shania. Reno yang mengatakan hal itu kepada Shania, membuat
jantung Shania berdebar. Ia yakin benar-benar tak mau pisah dengan Reno.
Ketika beberapa saat lagi adalah pergantian
tahun, Shania menuliskan keinginannya dikertas selembar dan menguburnya
dihalaman rumahnya. Salah satu keinginannya adalah bisa terus bersama dengan
Reno. Shania tidur dengan lelap setelah kembang api mulai membuat suasana malam
yang hening menjadi pecah oleh suara kembang api tersebut. Dimalam itu, Shania
bermimpi sangat indah.
Besok adalah hari pertama masuk sekolah di
semester dua ini dan setelah libur tahun baru juga tentunya. Hari-hari
selanjutnya berlalu sangat cepat bagi Shania. Karena Shania sudah kelas 3, ia
jadi lebih sering mengikuti bimbel ataupun try out. Hari menjelang Ujian Nasional
pun semakin dekat. Shania dan Reno pun fokus dengan urusannya masing-masing.
Oiya, pada Januari lalu, Reno geser dari
jabatannya sebagai Ketua Osis karena ia harus sudah fokus dengan ujian
kelulusan. Dan hari Ujian Nasional pun datang, Shania fokus kepada sekolahnya. Terkadang,
ajakan Reno untuk sekedar makan siang saja sering ia tolak. Tapi, Reno
mamakluminya. Dia tahu, Shania itu orangnya bagaimana. Dan hari terakhir Ujian
telah selesai terlewati. Shania menghela nafas panjang dan bersyukur kepada Tuhan
atas apa yang diberikan-Nya pada Ujian kali ini. Pada hari Anniversary ke-tujuh Reno dan Shania, disitu Reno ingin berpamitan
kepada Shania. Sebenarnya ia tidak tega meninggalkan Shania sendirian disini.
Apalagi nanti ia akan ke Singapur dan tak akan pulang selama 4 tahun. Reno
mengajak Shania ke taman kompleks Shania. Tak lupa ia membawa setangkai bunga
mawar kesukaan Shania.
“Shania, sebelumnya, happy Anniversary seventh month.” Ucap Reno.
“Iya Reno.” Shania begitu terlihat agak
bersedih.
“Aku tau kok, Shan. Emang ini berat untuk
dikatakan, tapi ini harus dikatakan juga. Shania, mulai besok, aku sudah pindah
ke Singapur. Aku disana empat tahun lamanya. Kemungkinan aku gak ada waktu
untuk mengunjungimu, aku harap kamu mengerti, Shan.” Perlahan air mata Shania
turus.
“Aku ngerti kok, Ren. Aku juga menghargai
keputusan kamu untuk mengambil kuliah disana.” Tangis Shania pun makin menjadi.
“Shania.. Kamu jangan menangis, tidak ada
yang perlu untuk ditangisi. Aku akan berjanji empat tahun lagi di bulan yang
sama dengan sekarang, aku akan menemuimu disini. Aku hanya empat tahun disana.
Ayolah, hapus air matamu itu.” Reno memeluk Shania.
“Nanti siapa yang jagain Shania disini kalau
bukan Reno?” Tanya Shania dengan terisak-isak.
“Shania, percayalah, kamu selalu ada dihatiku
dan akupun begitu. Kalau saja aku bisa menentang keinginan kedua orang tuaku,
aku gak akan biarkan kamu disini sendirian. Aku sayang kamu Shania. Seperti
yang setiap hari yang selalu aku katakan padamu, aku sayang sama kamu. Sudah
ya, kamu jangan menangis, hapus air matamu.”
“Iya Reno. Shania ngerti.” Shania sudah bisa
tersenyum, namun air matanya tetap saja keluar.
“Shania..” Panggil Reno. Shania tetap
bersandar di bahu Reno.
“Iya Reno?”
“Kamu mau berjanji sesuatu sama aku?”
“Apa itu?”
“Kamu akan tanam bunga mawar disini dan kamu
akan menggantinya setiap bulannya di tanggal yang sama.”
“Untuk apa?”
“Aku ingin kamu selalu ingat aku. Dan kamu
gak boleh buang bunga mawar itu apapun keadaannya. Pokoknya, aku balik kesini,
bunga mawar itu harus berjumlah 48 dan kamu gak boleh bohong padaku. Kamu
benar-benar harus menyimpannya serapih mungkin. Akan aku lakukan hal yang sama
di tempatku sana. Aku ingin bunga mawar menjadi perlambang kasih sayang kita.
Kamu mau melakukannya untukku?”
“Iya Reno. Shania mau dan gak akan membohongi
Reno.”
“Janji?”
“Janji.” Lalu kelingking mereka bertaut
menjadi satu.
“Aku hanya ingin bersamamu di dua waktu.
Sekarang dan selamanya. Itu sudah cukup untukku, Shania.”
“Iya Reno.”
“Janji ya besok gak ada acara nangisnya pas
di bandara?”
“Gimana ya? Gak tau deh.”
“Pokoknya kamu harus janji sama aku.”
“Iya.”
Lalu, bunga mawar yang diberikan oleh Reno
ditanam di dekat tumbuhan bunga mawar tersebut. Setelah itu, Reno mengantar
Shania pulang.
“Besok kamu mau aku jemput?” Tanya Reno.
“Terserah kamu.”
“Yasudah. Siap-siap aja ya kamu.”
“Iya.”
“Bye, Shania.”
“Bye, Reno.”
Lalu Shania melanjutkan tangisnya dikamarnya,
hingga ia lelah dan terlelap. Dan keesokan paginya, Shania bangun dengan mata
sembab. Ia lalu mencuci mukanya dan bergegas berganti pakaian.
“Shania..” Seperti suara Mama yang mengetuk
pintu.
“Iya Ma?”
“Reno sudah ada dibawah menunggumu. Ayo”
“Iya Ma. Tunggu sebentar.”
Hari ini adalah hari yang sebenarnya Shania
benci. Shania benci yang namanya perpisahan. Tapi, ia harus menghadapinya
sekarang. Sungguh berat mungkin, apalagi sama orang yang sangat Shania sayang.
“Ayo, Shan.” Ajaj Reno.
“Ayo.” “Mama, Papa, Kak Ratna, aku pergi dulu
ya.” Lanjut Shania.
“Iya, hati-hati ya Nak.” Pesan Mama Shania.
“Iya, tante, om, mba Ratna, duluan ya.” Ujar
Reno berpamitan.
“Disana belajar yang bener ya. Jangan nakal.”
Pesan Papa Shania.
“Iya, om.”
Lalu Shania dan Reno pun ke bandara untuk
mengantar Reno. Sesampainya di bandara, Shania menahan air matanya. Namun
ketika pelukan terakhir Reno, tangisnya pecah juga.
“Kan kamu udah janji buat gak nangis, kenapa
kamu nangis?” Tanya Reno. Namun tangis Shania malah makin menjadi.
“Sudahlah Shania. Ingat pesanku yang kemarin
yah. Aku pergi dulu.” Reno mencium kening Shania.
Dengan berat hati, akhirnya Shania melepas
Reno. Ia akhirnya pulang dengan menggunakan taksi.
Seperti janjinya
pada Reno, ketika pada tanggal 22, ia harus pergi ketaman dan menanam setangkai
bunga mawar, dan menggantinya.
22 September 2009.
Shania menjalankan tugasnya dengan baik.
Walaupun ia sedang sibuk dengan kuliahnya, Shania tetap ingat pada janji itu.
Sekarang, Shania adalah seorang Mahasiswa semester 1 Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
22 Oktober 2009.
Hari ini tepat satu tahun Shania berpacaran
dengan Reno. Diluar hujan sangat lebat sekali, tetapi tidak ada petir. Shania
tetap pergi ke taman apapun keadaannya. Tadinnya, Mama Shania sempat melarang
Shania. Tapi pada akhirnya, Shania diperboleh kan oleh Mamanya. Ia lama memandangi
kursi taman itu. Mengingat satu tahun yang lalu. Ia menjatuhkan air matanya
satu persatu.
2 tahun kemudian, 22 Oktober 2011.
Hari ini sudah 3 tahun Shania dan Reno
menjalin suatu hubungan. Sekarang Shania sedang dekat dengan kakak senior
dikampusnya. Namanya Dias. Hari ini, Kak Dias mengajak Shania makan malam.
Rupanya, Dias menyukai Shania.
“Shania..” Panggil Dias.
“Iya kak?”
“Kakak suka sama kamu, Shania. Mau kah
kau...” Perkataan Dias langsung dipotong oleh Shania.
“Maaf kak, Shania gak bisa.”
“Kenapa?”
“Shania sudah janji nungguin seseorang yang
juga selalu nungguin Shania.”
“Siapa dia?”
“Dia kekasih aku kak.”
“Dimana dia sekarang?”
“Untuk apa? Dia sekarang sedang di Singapur.”
“Apakah kamu yakin bahwa cowokmu disana akan
baik-baik saja?” Tanya Dias dengan mata sedikit sinis.
“Yakin kak.”
“Yasudah. Tidak apa-apa. Semoga langgeng ya
Shania.”
“Makasih kak.”
Shania memang punya alasan tersendiri mengapa
ia menolak cowok yang mencoba menjadikan ia kekasih. Rupanya Shania ingin setia
dengan Reno.
22 November 2011
Hari ini Shania jatuh sakit, tapi ia tetap
ingin pergi ke taman. Mamanya melarang keras. Shania memberanikan diri untuk ke
sana, walaupun dengan bantuan Kak Ratna. Shania menderita demam tinggi. Entah
apa yang menyebabkan dia menjadi seperti ini. Sudah beberapa hari ini demamnya
tak kunjung turun. Mungkin ia terlalu lelah.
22 April 2012
Hari ini Shania padat dengan jadwalnyaa.
Mulai dari kuliah, seminar, debate
competition, dan membuat skripsi. Ia hampir lupa kalau hari ini tanggal 22.
Ia baru pulang ke rumah jam 10 malam. Shania termasuk cewek yang agak penakut.
Shania meminta Kak Ratna untuk mengantarnya. Dan Kak Ratna pun setuju.
Akhirnya, selesai sudah tugasnya.
22 Mei 2012
Tepat empat tahun
Reno meninggalkan Shania seorang diri. Memang tak mudah untuk Shania maupun
untuk Reno. Mereka harus menjaga hati mereka masin-masing. Hari ini Shania
tidak ada jadwal kuliah, makanya ia duduk ditaman ini sejak pagi tadi. Ia
menunggu Reno. Tetapi Reno bilang, dia masih ada kerjaan di Singapur, Shania
hanya bisa pasrah. Shania membawa seluruh bunga di dalam bucket nya yang berjumlah 48 itu. Ketika Shania sedang menanam
tangkai nya, tiba-tiba dari belakang ada yang memberi bunga dan berkata, “Kamu
masih ingat ya..” Shania langsung menoleh dan alangkah terkejutnya dia ketika
tahu bahwa Reno telah kembali. Shania langsung memeluk erat Reno dan Reno pun
begitu.
“Shania.. Kamu tambah cantik aja.”
“Ah Reno. Reno juga tambah keren kok.”
“Kamu masih ingat permintaan ku?”
“Aku gak akan lupa dengan permintaan itu.”
“Nih, seluruh mawar yang kamu minta. Semuanya
dari awal kamu pergi sampe sekarang jadi seperti ini.” Ucap Shania seraya
memberikan Bucket nya ke Reno.
“Iya. Makasih Shania. Aku juga disana setiap
bulannya membeli bunga mawar dan ku simpan dalam kamar. Ini.” Ucap Reno seraya
memberikan Bucket nya juga ke Shania.
Lalu mereka saling memandang. Reno
menyanyikan sebuah lagu ke Shania, Reno juga ternyata membawa gitar.
Jika kamu merasa bahagia..
Semoga saat ini kan berlanjut..
Selalu selalu selalu ku akan terus berharap..
Walaupun ditiup angin..
Ku akan lindungi bunga itu..
Cinta itu suara yang..
Tak mengharapkan jawaban..
Tapi dikirimkan satu arah..
(dibawah mentari tertawalah.. menyanyi menari
sebebasnya)
Karena kusuka.. Suka dirimu..
Ku akan selalu berada disini..
Walau didalam keramaian..
Tak apa tak kau sadari.. (aku suka..)
Karena kusuka.. Suka dirimu..
Hanya dengan.. Bertemu denganmu..
Perasaanku jadi hangat..
Dan menjadi penuh..
Disaat dirimu.. Merasa resah..
Berdiam diri aku mendengarkan..
Kuberi payung yang kupakai tuk hindari hujan..
Air mata yang berlinang, kan ku sekap dengan jari di
anganku…
Cinta bagai biak air..
Meluas dengan perlahan..
Yang pusatnya ya dirimu..
(walaupun sedih.. jangan menyerah..)
Langit impian.. lihatlah..
Kapanpun disaat.. Memikirkanmu..
Bisa bertemu.. Kebetulan itu..
Hanya sekali dalam hidup ku percaya keajaiban..
(ku berharap..)
Kapanpun disaat.. Memikirkanmu..
Aku pun bersyukur.. Kepada Tuhan..
Saat ditoleh kebelakang..
Ujung kekekalan..
Karena kusuka.. Suka dirimu..
Ku akan selalu berada disini..
Walau didalam keramaian..
Tak apa tak kau sadari.. (aku suka..)
Karena kusuka.. Suka dirimu..
Hanya dengan.. Bertemu denganmu..
Perasaanku jadi hangat..
Dan menjadi penuh..
Lalu, mereka melepas kerinduan
masing-masing..
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar